« Home | CONTACT US » | Jenis Keterampilan SPM » | <!--[if gte vml 1]> ... » | INFO SPM » | Kurikulum SPM »

Uluran Musik bagi Tunagrahita

"Hidup yang terindah adalah ketika ia bisa memperindah kehidupan orang lain".

TIDAK semua anak lahir beruntung mendapatkan kesempurnaan karunia Tuhan. Sebagian di antara mereka menderita kelainan yang lalu sering menjadi halangan bagi perkembangannya. Di antara mereka lalu menjadi tunagrahita, mengalami keterbelakangan mental, gangguan emosi ringan, keterlambatan bicara, kekakuan otot ringan, dan lainnya.

Sayangnya masih cukup sering muncul anggapan bahwa mereka ini lalu dipandang tidak berguna dan tidak dapat menolong diri sendiri. Padahal dengan melakukan intervensi khusus, kemampuan mereka dapat ditingkatkan.

Ilmu kedokteran tentu saja kini telah dapat mengetahui apa penyebab kondisi tunagrahita yang dilihat sebagai kelainan genetik berkaitan dengan kromosom, dan disebabkan karena pembelahan sel pascapembuahan tidak sempurna.

Sekadar memberi gambaran situasinya, dewasa ini tunagrahita dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Yang pertama adalah kategori berat (severely retarded), kategori sedang (middle grade), dan kategori ringan (feeble minded). Kategori yang terakhir disebut pula mampu didik, dengan tingkat kecerdasan (IQ) 50 sampai 77. Mereka bisa dikatakan punya inteligensi, penampilan fisik, dan kemampuan bersosialisasi mendekati anak normal. Para ahli sendiri punya keyakinan bahwa semua penyandang kelainan tersebut dapat dididik sesuai dengan keterbatasan kemampuan yang ada pada mereka.

Ini pula yang rupanya ada di dalam pemikiran Sekolah Musik Modern Kawai. Pimpinan Sekolah ini, Elizabeth S Honoris, ingin menyumbangkan apa yang ada pada lembaga yang ia pimpin untuk membantu anak- anak tunagrahita ini. Ia tidak mengada-ada, karena pernah ada riwayat seorang anak bernama Leslie di Milwaukee, Amerika Serikat, yang semula diperkirakan akan meninggal karena tunagrahita dan cacat fisik lain, lalu bisa diselamatkan oleh perawat bernama May Lemke. Kisah Joseph P Blank yang dimuat di Reader’s Digest (November 1982) ini demikian menyentuh, karena sang perawat melimpahinya dengan kasih sayang dan membuatnya terekspos pada musik secara intensif. May bahkan membeli piano dan meletakkannya di kamar tidur Leslie.

Sampai satu hari tiba-tiba muncul keajaiban ketika terdengar melodi Konserto Piano No 1 Tchaikovsky. Ajaib, karena sebelumnya Leslie tidak pernah bangkit dari tidurnya sendiri. Ia juga tidak pernah duduk sendiri di kursi piano, ia juga tidak pernah memperlihatkan ide untuk menekan tuts piano. Kini tiba-tiba ia memainkan Konserto Tchaikovsky dengan percaya diri.

Leslie lalu dianalisa, dan diyakini telah mendengarkan musik dan dengan konsentrasi penuh. Sepeti halnya komputer, otaknya menyimpan setiap komposisi yang datang ke telinganya. Setelah itu, Leslie punya repertoar yang terdiri dari musik klasik, rock, ragtime, country-western, dan gospel.

Riwayat Leslie ini dikisahkan kembali oleh psikolog Iesye Widodo, pelopor dan pakar terapi musik bagi anak bermasalah dalam sebuah seminar "Metode Pendidikan Musik bagi Kebutuhan Khusus" di Sekolah Modern Kawai di kawasan Pondok Indah, 31 Januari 2004.

Iesye Widodo lebih jauh lagi memaparkan kiat bagaimana menggali dan membentuk kepribadian mandiri dan kreatif melalui pendidikan musik bagi anak-anak tunagrahita. Presentasi dihadiri oleh pengamat musik dan orangtua yang memiliki problem dengan anak-anaknya yang tunagrahita.

Sementara pembicara kedua dalam seminar yang dipandu oleh psikolog Dewiarti Sumantri ini juga menampilkan Dr Adre Mayza, neurolog dan pengajar jurusan pendidikan luar biasa di Universitas Negeri Jakarta. Dalam paparannya, Dr Adre menyampaikan bahwa keberadaan musik sebagai satu alternatif terapi sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu dan hampir di seluruh dunia.

Selain meninjau aspek historik, Dr Adre juga menjelaskan bagian otak mana dan bagaimana ia dapat dipengaruhi oleh musik. Ia menyimpulkan bahwa peran otak pada stimulasi musik berkaitan erat dengan fungsi otak pada pengaturan tubuh dalam kehidupan manusia, sehingga terjadi perubahan fisik dan mental pendengarnya. Stimulasi musik juga berdampak langsung secara mekanik melalui gelombang getar yang akan berpengaruh terhadap perubahan potensial permukaan membran, yang akan memperbaiki kondisi fisiologis. Hal itu pada gilirannya juga merangsang fungsi saraf sensorik rasa getar yang berpengaruh terhadap perubahan fungsi koordinasi otot (visuospatial).

Karena ada pusat musik di otak, secara neurologis bermusik merupakan satu kebutuhan bagi otak, sebagaimana kebutuhan akan makan dan lainnya.(Ninok Leksono)

Sumber : KOMPAS